“Pagiku cerahku matahari bersinar,
kugendong tas merahku di pundak. Muridku tersayang muridku tercinta, ku disini
ingin menjadikanmu orang yang hebat suatu saat nanti”, nanananaa… (bermaksud
sedikit merubah lirik lagu, tapi berharap penciptanya tidak menuntut saya.
Heheheee) itulah lirik lagu yang selalu membuat saya bersemangat setiap hari.
19 April 2012
Siang ini saya bersiap
memasuki kelas VIIA untuk mengajar Bahasa Indonesia. Karena selama 2 hari ada
kegiatan KKG guru SD sampai sore hari dan kegiatan tersebut memaksa untuk menggunakan
ruang kelas V dan VI (multifungsi, siang hari menjadi ruang kelas SMP, untuk
kelas VIIA dan VIIB).
Pada hari ini mau tidak mau
terpaksa kami menggunakan ruang kelas IV SD (karena satu atap dengan SMP) yang
bangunannya sungguh begitu membuat hati saya menangis teriris. Bangunan dengan
ukuran 4 x 5 meter ini mungkin sudah sangat tidak layak dijadikan ruang kelas.
Bambu-bambu yang dicacah disusun mengelilingi ruang kelas menjadi pengganti
sebagai tembok, meja dan kursi terlihat seadanya. Mungkin ketika duduk, maka
mereka semua akan berdesak-desakan seperti penumpang di Bus kelas ekonomi yang
sangat sesak, panas dan pengap. Apalagi bau anak-anak sungguh harum seperti bau
parfum Paris Hilton (minyak bibit; hanya istilah saja biar sedikit keren.
Hehee) yang menyengat membuat saya sedikit pusing (parfum: bau keringat karena
bau badan. Maklum, tak mungkin mereka pakai parfum kan?), lantainya pun masih
tanah, jendela yang lubangnya begitu besar tak ada tutupnya, dan bahkan nyaris
tak ada pintu di ruang kelas ini. Ya Tuhan, tapi anak-anak ini bahagia semua.
Entah apakah saya mampu bertahan hidup tinggal disini. Menerima ke-apa-adaan
dan ke-apa-adanya segala sesuatu yang sulit diperoleh. Uang saja mereka tak
punya, bagaimana mau memprotes dan menuntut fasilitas hidup di desa terpencil
ini.
Bagi masyarakat disini, makan
tiga kali sehari merupakan hal istimewa untuk setiap keluarga di Poka dan
Redong, 2 desa yang dekat dengan Rangkang Kalo. Itu pun dengan makan sayur yang
sangat standar, sondaing, labu ndesi, kacang merah (lebih kerennya kacang
Azuki: setelah semalam saya browser di internet tentang kacang Azuki yang mirip
seperti kacang merah hasil kebun masyarakat Poka & Redong). Ternyata hasil
penelitian kacang Azuki (ada di Jepang) mengandung protein yang sangat tinggi.
Waaww…”
Semoga saja makanan-makanan itu mampu menjadikan semua
murid-murid saya pandai, pintar, dan tentunya sehat. Menjadi orang-orang hebat
yang suatu saat bisa duduk di kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
menggantikan menteri-menteri, bekerja di Dinas Pemuda dan Olahraga (PPO)
Ruteng, Manggarai, menjadi guru seperti cita-cita mereka, menjadi Dokter yang
profesional, atau bahkan presiden atau mungkin ilmuwan. Karena hampir semua
makanan yang mereka makan mengandung zat gizi untuk kesehatan tubuh.
Ah, betapa tingginya angan dan pengharapan saya kepada
mereka. Meskipun ini semua sangat mustahil untuk mereka dan untuk saya, tapi
inilah doa saya dalam hati…
Ruang kelas IV SD Satap
Rangkang Kalo
“Selamat siang anak-anak,
masih semangat kan siang hari ini?”, sapa saya kepada seluruh siswa kelas VIIA
SMP Satap Rangkang Kalo. “Masih semangat buuuuu…”, jawab mereka bersemangat.
“Bagus anak-anak, semangat kalian itulah yang membuat saya tak pernah berhenti
menebarkan senyum bahagia setiap memasuki ruang kelas”, kata saya dalam hati.
“Baik semuanya, sebelum kita memulai pelajaran, Ibu ada
sedikit permainan untuk kalian. Tapi ingat harus konsentrasi pada setiap
pertanyaan yang Ibu berikan. Dalam satu kelas bagilah menjadi dua kelompok,
berarti ada sekitar 12 anak. Setiap pertanyaan yang Ibu berikan harus dijawab
dan ditulis di depan papan tulis. Berilah kesempatan kepada setiap anggota
kelompok untuk dapat menjawab. Jangan gaduh, jangan ribut, dan kita bermain
secara jujur, cepat, dan tepat. Mengerti semuanya?, ucap saya kepada mereka. “Mengerti
bu, ayo kita mulai bu”, kata mereka serentak.
“Baik anak-anak, silahkan
masing-masing kelompok berbaris rapi menghadap ke papan tulis. Berdiri yang
rapi dan dengarkan setiap pertanyaan yang Ibu lontarkan. Untuk kelompok
matahari dan kelompok anggrek siap?, kata saya penuh semangat seperti sedang
lomba cerdas cermat tingkat Nasional. “Siaaappp Buuuuu…”, jawab mereka dengan
sangat antusias.
Pertanyaan pertama, “Siapakah
presiden pertama negara Indonesia?”, soal pertama saya untuk mereka. Lalu masing-masing
anggota kelompok maju ke depan dan menulis jawaban dari soal pertama saya
dengan jawaban Ir. Soekarno. Bagus, langkah awal berjalan lancar dan mereka
menjawab dengan benar. Lanjut pertanyaan kedua, “Apa lambang negara
Indonesia?”, “Burung Garuda bu”, jawab mereka cepat. Bagus mereka paham,
meskipun saya menyadari tak ada replika burung garuda di ruang kelas ataupun
kantor guru SD dan SMP tapi setidaknya mereka mengerti lambang negara
Indonesia. “Ok, kalian benar. Selanjutnya soal ketiga, sebutkan air yang
mempunyai rasa asin?”. Seketika Fani dari kelompok anggrek lari ke depan papan
tulis menulis jawaban ‘air laut’. “Good”, jawab saya dengan senyum mengembang.
Yang lebih membuat lucu adalah Yulin dari kelompok matahari menjawab ‘air
garam’. Lalu saya bertanya kepada dia, “Yulin kok jawab air garam?”. “Iya Bu,
kan saya punya garam di rumah. Kalau dikasih air pasti rasanya asin kan bu?”,
celoteh Yulin murid pintar kesayangan saya di kelas VIIA. Hahahahaaa benar juga
ya jawaban Yulin. Jawaban ini tidak saya salahkan, justru dengan bangga saya
melemparkan senyuman untuknya. “Yulin pintar”, kata saya dalam hati.
Suasana kelas semakin semangat
dan panas membara, sepanas ruang kelas dan cuaca siang hari ini. “Masih
semangat?”, “masih bu, ayo lanjut soal lagi”, jawaban antusias mereka menambah
semangat saya. Baik, sekarang kita lanjut ke soal matematika. Berapakah (20 –
14 + 11 + 3) : 2. Diluar kendali saya semuanya maju ke depan papan tulis dan
berlomba-lomba menulis jawaban mereka dengan jawaban 10. Brilian, bagus sekali,
hebat, genius. Meskipun hanya soal tambah, kurang, dan bagi yang saya buat
sangat sederhana, mereka cepat berpikir. Ini bukan soal mudah atau sulit, tapi
bagaimana mareka mampu memahami soal. “Hebat, jawaban kalian benar dan tepat”,
puji saya kepada mereka. Tiba-tiba ada yang berceletuk, “Iya Bu, yang penting
bagi kita sekolah itu bisa belajar tambah-kurang-kali-bagi. Supaya kalau kita
pergi merantau bisa dapat ijazah bu”, jawab Ari. Astagfirullah, jawaban yang
sangat menusuk jantung saya. Tiba-tiba saya terdiam tak bisa berkata apa-apa
dan berusaha mencerna pelan-pelan jawaban Ari. Masuk dari lubang telinga,
tulang-tulang pendengaran, lalu ke rumah siput, dan diteruskan oleh saraf-saraf
yang kemudian diproses oleh otak. Kemudian tenggg…!!! Memang benar jawaban Ari,
jawaban sederhana dan lugu. Bagi mereka sekolah itu yang penting bisa belajar
tambah-kurang-kali-bagi. Sesuatu yang benar-benar membuat saya terenyuh.
Anak-anak, jadilah orang yang hebat suatu saat nanti. Ibu tidak akan pernah menenggelamkan
angan dan cita-cita kalian, justru ibu akan selalu menyertai setiap langkah
kalian.
“Wah kalian memang hebat, ibu
seperti sedang berada di depan para ilmuwan genuis. Seperti Albert Einstein,
seorang penemu rumus relativitas E= m.c2 yang menderita disleksia, tak bisa
membaca dan menulis. Tapi dengan kesederhanaan, keluguan, dan kegeniusannya
Albert mampu menjadi penemu yang sangat luar biasa. Suatu saat nanti Ari bisa
menjadi seorang Albert Einstein”, puji saya pada Ari.
“Baik, sekarang kita lanjutkan
6 pertanyaan lagi ya. Saat ini ibu tetapkan kalian sebagai para ilmuwan genius
kelas VIIA yang terbaik. Maka dari itu saya minta temukan dan berikan jawaban
terbaik kalian untuk Indonesia. Setuju???”, pinta saya pada mereka.
“Setuju Bu”, jawab mereka.
Hari ini pun menjadi awal
kehidupan terbaik untuk anak-anak Rangkang Kalo. Dunia imajinasi mereka akan
saya penuhi dengan dunia pendidikan, pengetahuan, dunia luar, dan seisi alam
semesta untuk berfantasi sekehendak hati mereka.
Bukan kesengsaraan, keluhan, ataupun penderitaan yang
saya ceritakan disini. Tetapi justru kegeniusan para ilmuwan anak-anak Rangkang
Kalo lah yang menjadikan kehebatan kisah cerita ini sehingga saya berharap
dapat menumbuhkan secercah harapan bagi masa depan mereka kelak.
“Ikuti apa keinginan
anak-anak, jangan menjadikan anak sebagai seorang tertuduh ketika sedikit
menyimpang. Bermain dan nikmatilah dunia mereka, dan jangan paksakan mereka
harus mengerti dengan dunia kita. Yang mereka inginkan adalah perhatian dan
senyuman sebagai seorang sahabat”.
“Anak-anakku, dunia sangat
terbuka lebar untuk segala kemungkinan. Kalian bebas menjadi apapun yang kalian
inginkan. Proyeksi hidup kalian saat ini dan ke depan sepenuhnya berada dalam
genggaman tangan kalian sendiri. Maka dari itu, selalu berkeyakinanlah bahwa
semua akan baik-baik saja”
(Harapan saya untuk anak-anak Negeri: Poka, 24 April
2012)
Cerpen Karangan: Dewi Sri Warni
0 komentar:
Post a Comment