Wednesday, 15 October 2014

CERPEN ISPIRATIF : Deret Tinta Untuk Negeri

Apakah aku bisa banggakan orangtuaku, banggakan negeriku, banggakan bangsaku, banggakan tanah airku, apapun keadaanku?
Aku ingin menjadi anak yang hidup normal seperti sebayaku. Menapaki setiap detik waktu belajarku di sekolah, bergaul dengan teman seusia, banggakan orangtua, berprestasi di usia muda, bahkan saatnya aku mati kapanpun itu aku juga ingin dikenang. Bukan karena kebodohanku, tapi karena prestasiku. Salahkah aku berkeinginan mewujudkan hal itu?
Tapi mengapa aku dilahirkan dengan keterbatasan? Bagaimana aku bisa mewujudkan keinginanku jika keadaanku seperti ini ya Allah?

Namaku Salsabila Adriyani Fatiha, atau yang kerap disapa Bella. Aku bukan lah anak dari seorang direktur bank ternama di kota, bukan pula seorang anak dari pengusaha garment kaya. Ayahku yang hanya seorang guru bantu di salah satu sekolah dasar dekat rumah, bukanlah suatu pekerjaan yang bisa membantu ekonomi keluarga. Sedangkan ibuku hanya seorang buruh cuci. Usiaku genap 14 tahun saat 2 bulan yang lalu. Kehidupanku sehari hari hanyalah membantu ibu menyelesaikan pekerjaan di rumah, juga menempuh pendidikan di salah satu sekolah menengah pertama luar biasa di kotaku.


SMPLB? Ayah menyekolahkanku di sana karena aku mempunyai keterbatasan, tahukah kamu apa keterbatasanku? Aku salah satu anak indonesia penderita disleksia, jarang memang di Indonesia ada anak yang menderita disleksia. Disleksia adalah kurangnya kemampuan dalam menyerap kalimat, berhitung dan menulis. Sampai saat ini, aku belum juga tau apa gerangan yang menyebabkanku menderita penyakit itu. Tetapi aku pernah mendengar, saat dokter berbincang dengan ayahku, disleksia yang kuderita bukan karena ayah yang terlambat menyekolahkanku, bukan pula karena kemalasanku belajar, tetapi memang karena otakku tak mampu berfikir berat secara cepat.

Di sekolah, aku tak mempunyai banyak teman. Mereka semua kukenali, tetapi tak ada yang mau mendekat kepadaku. Hanya Cessa yang setiap hari bersamaku di sekolah. Ia juga mengidap disleksia sama sepertiku, tetapi ia juga mengidap tumor di lehernya. Mungkin tak banyak anak yang mau berteman bahkan hanya berbicara sepatah dua patah kata denganku, karena hanya menghabiskan waktu, butuh lebih dari satu menit untukku menjawab pertanyaan dari mereka. Dan itu sudah pasti tak menyenangkan.

Pernah saat itu, tetangga sebayaku, Raissa, bertanya kepadaku, “Daritadi Aku mencari ibuku kemana mana tidak ada. Apakah Kau melihatnya?” Raissa menggerutu tak jelas, mukanya kelihatan sangat sebal.
Aku hanya memandang wajahnya, mendengarkan ucapannya dan mencoba mencerna apa yang ia katakan. Tetapi aku bingung dengan apa yang ia katakan. Aku memilih terdiam dan masih mencoba mencerna kalimat yang ia ucapkan.
“Hey Bella, apa Kamu tidak tahu kalau aku lagi kesal? Aku tuh nanya ke Kamu. Kalau nggak tau ya bilang aja! Nggak punya mulut apa gimana sih? Nggak tau apa orang lagi kesal?”
Nampaknya Raissa seperti orang yang sedang marah. Aku jadi semakin bingung. Deretan kata yang ia ucapkan membuat hatiku sakit, walaupun aku tak sepenuhnya faham akan ucapannya.
Kebingunganku akan ucapan Raissa semakin membuat kepalaku pening, otakku rasanya sakit.

Aku segera memutuskan untuk berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar, di luar Raissa berteriak teriak. Hal itu juga berlaku saat aku di sekolah. Saat aku sedang menulis, saat aku sedang berhitung, selalu saja aku merasa kepalaku pening dan otakku memanas.

Di balik itu semua, dibalik semua keterbatasanku, aku masih punya mimpi. Secuil kecil mimpi anak Indonesia penderita disleksia. Yang ingin membanggakan kedua orangtua, membanggakan tanah airnya. Dan, apakah hal itu salah?
Walaupun aku berkebutuhan, apakah menurutmu aku tak bisa seperti yang lain? Bukannya aku menyombongkan diri, tetapi Kita kan sama-sama ciptaanNya, kita ada di satu bangsa, satu tanah air, dan memiliki bahasa kesatuan yang sama. Indonesia. Dan, salahkah anak Indonesia sepertiku bermimpi?

Pernah suatu ketika, aku mencoba membuat sebuah artikel tentang diriku di buku kecilku, tanpa sepengetahuan ayah dan ibu pastinya. Dengan sekuat tenaga aku berfikir setiap malam. Merasakan sakit kepala yang berkepanjangan. 6 hari begitu berturut turut. Entah bagaimana, 10 hari setelah selesai, naskahku dimuat di salah satu redaksi ternama daerah. Ternyata ayahlah yang mengirimkan naskahku tersebut. Aku berterima kasih pada ayah, juga pada ibu. Syukur selalu kupanjatkan padaNya. Aku masih tak percaya. Dan aku berjanji akan terus berusaha mencoba dan belajar menulis di tengah keterbatasanku.

Hingga pada suatu hari, sebuah redaksi nasional memintaku menjadi salah satu jurnalisnya dalam sebuah event. Tahukah Kamu event apakah itu? Ternyata adalah konferensi pers Asian Games 2010 di Myanmar. Aku akan berangkat ke Myanmar? Ya Allah, benarkah ini semua? Apa yang aku impikan akan terwujud, menjadi jurnalis cilik pertama di ajang bergengsi tingkat Asia tersebut. Aku akan disejajarkan dengan para jurnalis asal negara-negara di Asia? Tentunya mereka lebih dewasa dan lebih paham akan dunia jurnalistik. Dan itu berarti aku akan bisa banggakan orangtua, juga tanah airku. Terima kasih Allah.

Tetapi sayang, 3 hari sebelum keberangkatanku ke Myanmar, suatu hal buruk menimpaku. Dokter memvonisku menderita kanker otak, itulah menyebabkan mengapa aku menderita disleksia akut serta merasakan sakit yang luar biasa setiap saat. Ya Allah, cobaan apalagi yang engkau berikan ini? Aku masih ingin membanggakan orangtuaku, juga bangsaku. Aku mohon padamu ya Allah.

Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Myanmar. Aku tak sendirian. Bersama ayah dan juga ibu serta para karyawan dari redaksi lain. Pukul 18.30 sesuai dengan jam indonesia yang melingkar di pergelangan tanganku, pesawat landing di bandara Internasional Myanmar. Tak lupa aku selalu memanjatkan puji syukur kepada Allah, agar apapun yang akan aku jalani membawa berkah dan membanggakan.

Satu hari setelah aku sampai di Myanmar, adalah hari dimana konferensi pers Asian Games dilaksanakan. Tepat di hari Jum’at, tanggal 28 Oktober 2010. Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda di Indonesia. Dan aku berharap, di tanggal baik ini aku bisa menjadi pemudi Indonesia yang membanggakan.

Perhelatan akbar telah selesai dilaksanakan. Aku tahu, semua masyarakat Indonesia menantiku. Menanti kabar apa saja yang akan aku ceritakan. Ayah juga bilang, sesampainya aku di Jakarta nanti, aku harus segera bertolak ke Istana Negara, untuk bertemu bapak Presiden Indonesia.

Pukul 08.00 pagi aku dan rombongan sampai di Jakarta. Aku dan juga ayah serta ibu segera mencari taksi untuk kutumpangi menuju istana negara. Namun, Allah berkehendak lain, saat di perjalanan tiba tiba kepalaku merasa sakit yang tidak seperti biasanya. Aku menjerit kesakitan. Ayah dan ibu panik, segera aku dilarikan ke rumah sakit.
2 jam di rumah saat tak membuatku sadar. Aku tahu, ayah dan ibu merasakan kecemasan. Ya Allah, jika memang ini saatnya aku untuk pergi dari dunia ini aku ikhlas ya Allah. Aku sudah tidak kuat merasakan sakit dalam hidupku ya Allah.

Allah mengabulkan permintaanku. Kini malaikat maut telah mencabut nyawaku. Terdengar isak tangis yang begitu mendalam dari sanak saudaraku. Dan, aku meninggal dengan senyuman manis menempel di bibirku.

Terima kasih ya Allah. Engkau telah mengabulkan semua doaku. Engkau telah membuatku bisa membanggakan orangtuaku, juga tanah airku, di tengah keterbatasan yang Engkau berikan.

Semoga aku bisa menjadi contoh baik bagi semua pemuda dan pemudi Indonesia. Yang selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Tak pernah putus asa dalam setiap cobaan. Dan bisa membanggakan tanah air Indonesia tercinta ini.
Bangun pemuda-pemudi Indonesia…
Lengan bajumu singsingkan, untuk negara…
Masa yang akan datang, kewajibanmulah…
Menjadi tanggunganmu terhadap nusaaaa…

Cerpen Karangan: Ilma Ainunisa
Facebook: Ilma Niki Rise
Halo Namaku Ilma Ainunisa. Aku lahir di Banyuwangi, tepatnya tanggal 29 Maret 1999. Saat ini aku sedang menempuh study semester 5 di salah satu sekolah menengah pertama favorite di kotaku. follow account twitterku yaaa, @ilmaannisa1

Ini cerpen pertamaku yang aku publish di cerpenmu.com . makasih ya yang sudah mau baca, dan semoga sukaa

0 komentar:

Post a Comment