“Gubraaakk!!” Haduh keadaan
jalanan di sekitar sekolahku memang tak pernah kunjung baik. Berkali-kali
angkutan umum yang kunaiki terjebak beberapa detik di lubang yang sama. Aku memang
berniat untuk memiliki kendaraan motor pribadi, agar aku tidak lagi merasakan
guncangan itu lagi yang kadang bisa membuat aku mati rasa sejenak. Namun,
orangtuaku belum mampu membelikan motor yang kuinginkan, padahal aku sudah
merengek-rengek hampir setiap hari agar permohonanku dikabulkan.
“Kiri Bang!” Ucapku dengan
tegas. Aku pun turun perlahan-lahan menembus banyak orang yang sedang duduk
berdesak-desakan, karena aku duduk paling pojok belakang. Kurogoh kantong baju
seragamku, dan mengambil uang sekitar dua ribu perak dan kuberikan kepada supir
angkot tersebut. Seketika angkot itu langsung berlari kencang dan “Byuuuuur!!”.
Aduh sial pikirku. Rok yang sudah rapih kusetrika dini hari tadi, ternodai
bercak coklat becekan bekas hujan yang diserang angkot tadi.
Jam tanganku sudah menunjukan
7.15. Aku harus segera masuk dan membersihkan rok ini terlebih dahulu sebelum
jam 7.30 pelajaran dimulai, kalau tidak aku akan diejek teman-teman sekelasku.
7.30 aku keluar dari kamar
mandi. Lumayan, sudah bersih walaupun terlihat sangat basah. Kulihat dari depan
pintu gerbang ada sosok siswa laki-laki yang tak pernah kukenal namanya karena
aku tidak pernah sekelas dengannya. Ia, memang entah kenapa selalu datang jam
7.30 tepat bel berbunyi dengan rambut lusuhnya dan keringat yang mengalir deras
dari dahinya yang terkadang membuatku begitu iba.
Keesokan harinya, pukul 07.30
aku kembali keluar untuk melihat di pintu gerbang apakah laki-laki itu kembali
datang pada pukul 07.30 lagi atau tidak. Ternyata benar, aku kembali melihatnya
dengan keadaan yang sama seperti sebelumnya kulihat. Aku tadinya berniat untuk
menghampirinya, menanyakan namanya, mengapa ia selalu datang tepat bel
berbunyi, 07.30. Tetapi, aku urungkan niatku, karena malu.
“Kriiiing”. Bel pun berbunyi.
Aku langsung melesat dengan cepatnya keluar kelas untuk pulang. Niatnya bukan
hanya pulang, tapi aku menunggu laki-laki itu untuk mengetahui dimana tempat
tinggal asalnya. Ah yap, aku menemukannya sedang membetulkan tali sepatu di
pinggiran mushola dekat pintu gerbang belakang. Aku segera mengumpat di
belakangnya agar bisa leluasa untuk mengikutinya.
Perlahan-lahan kuikuti ia.
Ternyata ia terbiasa jalan kaki sendiri. Teriknya matahari sore ini memang tak
seperti biasanya. Dan ini membuatku lelah luar biasa, hampir menyerah untuk
mengikutinya. sudah 20 menit aku berjalan, aku belum melihatnya berhenti
memasuki rumahnya. Ia hanya berjalan dan berjalan terus. Ahh, lelahnya. 10
menit kemudian, ia masuk ke sebuah rumah kecil petakan dan bertemu dengan ibu
dan 3 orang adiknya.
“Ahmad, bagaimana
sekolahnya?”, tanya ibunya yang menghampirinya. “Yaah baik aja bu.” jawabnya
dengan tenang. Kulihat ahmad membersihkan gerobak mi ayam tepat di samping
rumahnya. Setelah itu ia masuk dan berganti pakaian kaos pendek dan merapihkan
peralatan-peralatan. Hingga akhirnya pergi kembali dengan menderek gerobak mi
ayam yang kulihat tadi.
Tak beberapa langkah ia jalan,
aku langsung mengejarnya. “Ahmad, inikah yang membuatmu selalu datang jam
setengah delapan?” tanyaku dengan penuh keharuan. Ia langsung menunduk dan
berjalan menderek gerobaknya lagi tanpa memperdulikan aku.
Aku diam tak bisa berkata
apapun. 07.30 yang membuat aku bertemu dengannya. Karena dengan ini, aku
seketika menyukainya. Ini mengiris hatiku dan membuatku menyesal mengapa aku
selalu mengeluh setiap harinya padahal ada orang yang lebih tersiksa dibangdingkan
dengan aku.
Cerpen Karangan: Annisa Shabrina
Blog: asshabrina.tumblr.com
Nama: Annisa Shabrina
Pendidikan yang sedang ditempuh : D3 Manajemen
Informatika Politeknik Manufaktur Astra
0 komentar:
Post a Comment