Wednesday, 15 October 2014

CERPEN ISPIRATIF : Padamu Wanita Indonesia

Hari ini aku dan kawanku Fadyta berkunjung ke salah satu desa di Kabupatenku, Kabupaten Banjarawi. Disana kami telah merencanakan apa yang akan kami lakukan sesuai perintah Pak Fajar Arif, wali kelasku. Pak Fajar memerintahkan aku dan teman-teman sekelasku untuk berkunjung ke Desa Kartini di Kabupaten Banjarawi. Disana, kami ditugaskan untuk mewawancarai seseorang yang kami anggap sebagai wanita yang istimewa di desa itu. Maklum, kata Pak Fajar disana banyak wanita yang istimewa yang tegar dan sangat bijaksana.

Oh iya, perkenalkan, namaku Akyas Az-Zahra, panggil saja aku Zahra atau Kyas. Setelah bertanya kepada beberapa orang di desa itu, aku dan Dyta akhirnya menemukan seorang wanita yang menurut warga desa beliau sangat ramah dan bijaksana. Langsung saja aku dan Dyta menghampiri rumah yang sudah disebutkan ciri-cirinya oleh seorang warga. Tok… tok… tok… Suara ketukan pintu membuat wanita 43 tahun yang tengah membaca koran sontak meninggalkan bacaanya dan langsung membuka pintu untuk kami. Setelah pintu dibuka dan kami dipersilahkan masuk oleh ibu Sartika, atau panggil saja beliau ibu Tika, kami langsung memperkenalkan diri dan memberi tahu maksud kedatangan kami ke rumah ibu Tika. Setelah perkenalan, kami mencetuskan beberapa pertanyaan untuk ibu Tika. Jawaban ibu Tika membuat kami kagum dan terharu mendengarnya.


Ibu Tika dulunya hanya anak buruh tani yang miskin. Tetapi, beliau terus bersemangat untuk menggapai cita-citanya. Maka dari itu, beliau rajin belajar hingga sampai di SMA beliau tidak pernah membebani kedua orangtuanya untuk membiayai bersekolah. Itu karena beliau selalu mendapat beasiswa. Pada jaman itu, anak-anak di desa Bu Tika banyak yang putus sekolah, bahkan tidak pernah mencicipi bagaimana rasanya bersekolah. Akhirnya, setelah menikah dengan seorang yang dapat dibilang kaya, ibu Tika mendirikan satu yayasan yang diberi nama Yayasan Panglipur Mustaka atau berarti Yayasan pelipur kepala (yang dimaksud kepala adalah otak atau akal). Beliau mengajar anak-anak dari usia 8 – 17 tahun dengan cara mengajar yang tidak membosankan dan sangat mudah dipahami. 3 tahun kemudian, ibu Tika dianugerahi medali dan piagam oleh presiden karena telah memajukan anak-anak di desanya. Hingga sekarang, yayasan yang didirikan ibu Tika masih bertahan dan mulai menyebar di Kabupaten Banjarawi.

Seusai wawancara, kami mengucapkan terima kasih pada Ibu Tika dan pamit pulang ke rumah. Aku membawa hasil wawancara yang berupa rekaman di handphone untuk diserahkan pada Pak Fajar esok.

Keesokan harinya, aku sangat bersemangat berangkat ke sekolah. Di dalam benakku, aku masih ingat tutur kata lembut ibu Tika dan kisah mengesankan yang dialami beliau. “selamat pagi?” sapa Pak Fajar pada kelas 7a. “pagi pak…” jawab siswa 7a serempak. “apakah tugas yang bapak berikan satu minggu yang lalu sudah siap dikumpulkan?” tanya Pak Fajar memastikan. “sudah pak..” teriak siswa 7a. “hari ini, kalian bertugas mempresentasikan hasil pekerjaan kalian di depan kelas, yang sudah siap, mari ke depan dan mulai presentasi!” tukas Pak Fajar. “Saya pak” jawabku semangat. Aku maju ke depan kelas dan mempresentasikannya.

“pada tanggal 10 April, saya, Akyas Az-Zahra dan kawan saya, yaitu Fadyta Fisanetya telah mengunjungi kediaman Ibu Sartika. Beliau adalah orang yang telah mendirikan Yayasan Panglipur Mustaka atau yayasan pelipur akal. Dalam mendirikan yayasan tersebut, beliau terlebih dulu melewati jalan yang tidak mudah. Dulunya, beliau hanya seorang anak buruh tani miskin. Tetapi beliau sangat rajin, hingga beliau dapat bersekolah hingga tingkat SMA tanpa membebani biaya sekolah pada orangtuanya karena beliau selalu mendapatkan beasiswa. Setelah menikah dengan seorang yang kaya, beliau berinisiatif mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Panglipur Mustaka. Beliau prihatin melihat anak-anak di desanya sangat sulit mendapat pendidikan. Dengan pengajaran beliau yang sangat ramah dan lemah lembut, anak-anak di desa beliau yang dulunya tidak mengerti baca tulis dan berhitung, kini mereka telah maju dan berkembang amat pesat. Setelah 3 tahun beliau mendirikan yayasan, beliau mendapat medali dan piagam penghargaan langsung dari presiden RI yang menjabat pada waktu itu. Kesimpulannya, bahwa inilah wanita Indonesia, wanita yang bijak, wanita yang lembut, wanita yang sangat amat berkharisma di hadapan orang lain maupun orang dekatnya. Inilah contoh wanita bangsa yang patut dan mesti diteladani sikap dan perilaku serta pemikirannya yang tidak egois dan sangat merakyat. Cukup sekian dari saya, terima kasih atas perhatiannya.” Inilah presentasiku. Seusai presentasi, tepuk tangan meriah terlontar dari telapak-telapak tangan siswa di kelasku, kelas 7a.

“Wah, hebat sekali Zahra, kamu patut mewakili sekolah mengikuti lomba bercerita tokoh wanita yang hebat dalam rangka memperingati hari Kartini pada tanggal 21 April esok.” Ucap Pak Fajar seusai aku mempresentasikan wawancaraku tadi. “terima kasih pak, saya akan berusaha agar sekolah bangga pada saya, dan saya janji akan mencontoh sikap Ibu Kartini dan Ibu Sartika kelak.” Jawabku sambil cengar cengir tanda gembiranya perasaanku.

Cerpen Karangan: Annisa Yuni Thorika

Facebook: Annisa Yuni Thorika

0 komentar:

Post a Comment