SANG IMAM
Cerita ini ternyata pernah terjadi ni, guys.
Tepatnya di sebuah kota kecil di Jawa Barat. Sebut saja nama kotanya Las
Vegas.
daerah ini meskipun Cuma kota kecil,
tingkat perekonomian warganya maju cukup pesat. Mungkin ini juga yang membuat warga
yang tinggal di kota ini mulai lupa daratan (padahal di situ sakma sekali enggak ada lautan).
Ivan,
sebut saja namanya begitu, seorang karyawan mini-market yang baru pindah ke Las
Vegas. Dia indekos di daerah pinggiran kora ini.
Ivan
ini meskipun masih muda dan ganteng, dia sangat religius. Dia engga pernah
sekalipun meninggalkan shalat. Tidak Cuma rajin shalat, tapi shalatnya selalu
di masjid. Nah, kebetulan indekos tempat Ivan tinggal ini memang cukup dekat
jaraknya sama masjid. JENGJENGGG!!! (Belum, deh, kayanya.)
Senin, tanggal sekian, bulan dan tahun
sekian. Pukul 4.20 pagi.
Pagi-pagi buta Ivan sudah bangkit dari ranjangnya. Ini hari pertamanya
tinggal di indekos barunya. Jadi, belum banyak orang yang dia kenal. Daerah
tempat tinggal memang belum terlalu ramai. Maklum, Cuma di pinggiran kota.
Masih
dalam keadaan setengah mengantuk, Ivan bergegas menyiapkan diri. Tahu engga dia
mau k mana? Tentu saja mau ke masjid. Gue kasih tahu ya, dia mau shlat Subuh
(iyalah emangnya LOL-ers, pergi ke masjid Cuma mau nukerin alas kaki!)
Jarak
dari indekos Ivan ke masjid memang lumayan dekat. Cuma, Ican harus melewati
pematang sawah gitu. Kira-kira jauhnya seratus meter. Meskipun suasana masih
gelap, Ivan tetap semangat melangkahkan kakinyamenyusuri jalan setapak (hari
gini, yah, jari aja kenayakan buat ngitung jiwa-jiwa muda yang rajin beribadah.
Apalagi shalat Subuh di masjid.).
Ivan
semakin mempercepat langkahnya. Dia semakin semangat karena dari kejauhan, dia
melihat banyak orang berjalan menuju masjid,. Tentu mereka mau shalat berjamaah
juga, pikirnya.
Ivan
memang engga bisa melihat dengan jelas karena kondisi itu masih gelas. Yang
pasti, dia melihat banyak orang dalam bentuk siluet, berjalan
berbondong-bondong menuju masjid. Mereka terlihat seperti tergesa-gesa.
Jumlahnya banya. Sangat banyak.
Ivan
berdecak kagum. Hal-hal seperti ini selalu membuatnya tentram. Dia engga
menyangka ternyata warga kota ini sangat taat beribadah. Apalagi waktu Shalat
Subuh. Belum pernah dia mengalami situasi seperti ini, warga dengan kompak
melaksanakan secara berjamaah di masjid.ivan bersukacita.
Engga
mau kalah cepat, Ivan pun ikut tergesa melangkahkan kakinya. Dia sudah engga
sabar bertemu dan berkenalan dengan saudara-saudara seimannya. Dia sama sekali
engga memedulikan dinginnya angin yang menusuk sendi-sendinya. Dia Cuma ingin
cepat-cepat sampai di masjid. Pandangannya lebih banyak dia habiskan menatap
jalanan supaya engga terpeleset. Maklum, musim hujan membuat tanah yang di
injaknya licin.
Enggak
sampai semenit kemudia dia pun tiba di masjid. Iavan celingak-celinguk. Bukan
mau nyolong alas kaki, melainkan mencari orang-orang tadi datang bersamanya.
Aneh!
Mereka engga ada. Ivan melangkah memasuki masjid. Dia memperlihatkan seluruh
penjuru ruangan. Engga ada seorang pun! Ivan bergindik. Bagaimana mungkin itu
bisa terjadi ? Jelas-jelas tadi dia melihat banyak warga berbondong berjalan
menuju masjid. Matanya enggak mungkin salah lihat.
Bulu
kuduk Ivan berdiri. Dia merasakan suasana yang lain di ruangan ini. Dia masih
bertanya-tanya, kemana para warga tadi menuju kalau bukan ke tempat ini? Dia
sendiri sudah memastikanm engga ada lagi masjid selain di sini. Sesekali dia
memejamkan matanya. Bibirnya komat-kamit mengucapkan lafal Al Quran supaya
dikasih perlindungan.
Setelah
menenangkan diri dan mengambil wudu, Ivan kembali memasuki masjid. Bangunan
masjid ini cukup besar. Tapi, sayang kurang perawatan. Enggak ada marbotnya.
Wallpapernya terlihat kusam. Karpetnya lusuh. Jam dingsingnya pun mati.
Ivan
kembali berdecak. Kali ini bukan kagum, melaikan prihatin. Bagaimana mungkin
masjid sebesar ini terlantar begitu saja tanpa ada yang merawat. Bahkan,
debu-debu di teras pun sudah setebal tugu tani. Dia semkin percaya, orang-orang
yang tadi dia lihat mungkin halusinasi, kalau memang benar masjid ini sering di
pakai buat shalat berjamaah, paling tidak, tanpa di sapu pun debu enggak akan
setebal itu karena sering diinjak orang.
Ivan
mengumandangkan azan sendirian (ya, iyalah sendirian, sejak kapan azan
berjamaah). Suaranya cukup lantang meskipun engga memakai pengeras suara.
Suaranya terdengar sangat merdu (buat para orangtua, yang begini nih, calon
menantu ideal).
Setealh
selesai azan, Ivan mengerjakan shalat sunah. Sempat dia menengok ke belakang.
Entah kanapa, dia seperti masih berharap ada ornag datang menemaninya shalat.
Keukeuh.
Dunia memang sudah mau kiamat. Kalau enggak ada Ivan, rumah Allah ini bakal
benar-benar menganggur. Engga ada orang pun yang mengunjunginya, terutama di
waktu subuh.
Setelah
mengerjakan shalat sunah dan mengumandangkan ikamah, Ivan memulai shalat
utamanya.
“allahu
Akbar...” Ivan berdiri di shaf paling depan. Sendiri Hening. Dingin.
Karena
shalat subuh, Ivan menyaringkan bacaan shalatnya. Suaranya terdengar menggaung
menghiasi ruangan. Sangat merdu, syahdu, dan penuh rindu. Sampai pada waktunya
dia melafalkan ayat Al-Fatihah yang terakhir, alangkah terperanjatnya ivan
mendengar sahutan.
“AAAAAAMMMMIIIIINNNN.....”
Sahutan
itu terdengar begitu menggema. Sangat ramai!
Ivan
mendengar sahutan itu begitujelas. Begitu nyalang dan maraung. Telinga Ivan bak
disengat listrik mendengarnya. Padahal, dia sangat yakin, tadi dia sendirian.
Kalaupun ada orang yang datang, pasti terdengar suara langkah kaki memasuki
masjid, tapi ini enggak!
Ivan
bergindik. Kakinya tiba-tiba terasa kaku. Semua konsentrasinya hilang ditelan
ketakutan. Bibirnya gemetar, matanya terpejam.
Ivan
sama sekali belum pernah mendengar sahutan seramai itu. Suaranya begitu
mengaung. Mungkin jumlahnya ribuan. Dia layaknya sedang menjdai imam di
Masjidil Haram atau Ka’bah. Dia merasa makmumnya seperti terhampar sejauh mata
memandang. Sangat riuh, sangat ramai.
Ivan
masih berdiri terpaku. Napasnya masih menderu. Dia belum bisa melanjutkan ke
bacaan berikutnya. Dia masih shock. Matanya masih kuat.
Sejenak
kemudian Ivan menghela napas panjang. Dia harus stand up! Dia berusaha tetap
berdiri kuat meskipun lututnya seperti lumpuh. Dia bertekad tetap menyelesaikan
shalatnya. Dia yakin ini pertanda baik. “Mereka” Cuma ingin menjadi makmumnya,
batin Ivan meraung.
Mungkin
karena Ivan masih terlalu muda untuk mengalami peristiwa ganjil yang
dialaminya. Padahal, rasul pun dulu pernah mengalami kejadian serupa.
Setelah
beberapa saat, kondisi Ivan terlihat semakin stabil. Dia tetap melanjutkan
shalatnya. Dia tetap menyaringkan suaranya meskipun kali ini sudah engga
terdengar merdu. Suaranya gemetar diserang ketakutan.
Pun
di rakaat kedua. Guys. Lagi-lagi sahutan itu melolong. Sangat nyaring dan riuh.
Sesaat tenggorokan Ivan di buat tercekat mendengarnya. Ivan engga menyangka
ternyata mereka masih ada, masih mengiringi shalatnya. Tapi, kali ini Ivan
terlihat lebih siap. Bacaan yang dilafalkannya pun kembali terdengar merdu.
Ivan tegar. Dia benar-benar teguh pada pendirianny.
Sampai
pada posisi tahiat akhir, Ivan segera menyelesaikan shalatnya. Disela-sela
konsentrasinya yang memang sudah terpecah sejak awal, dia sempat berpikir untuk
mengetahui bentuksosok mekamum yagn mengiringi shalatnya. Dan, itu dia lakukan
pada posisi salam. Dia berniat untuk membuka matanya saat menengok nanti. Dia
hanya penasaran. Dia hanya ingin tahu itu saja.
Lalu,
saat yang di tunggu pun tiba. “Assalamualaikum warrahmatullah...” uacapannya
seraya memutar kepalanya ke arah kanan. Dan, ketika dia membuka matanmya,
jantung Ivan dibuat terperenyak melihat penampakan mereka!
Sosok-sosok
itu ternyata terlihat begitu besaar! Ukuran mereka sepuluh kali lipat
lebihbesar dari ukuran tubuh orang dewasa. Jelas saja mereka bukan manusia.
Posisi duduk mereka berjajar begitu rapi dan beradab.
Semuanya
berjubah putih. Walaupun begitu, wajah mereka terlihat mengerikan. Janggut
tebal menjuntai, warna kulit gelap. Mata mereka terlihat melotot dengan raut
muka tajam seoralh hendak menerkam. Kulit penuh keriput kasar dengan bekas codetan yang enggak beraturan menyapu
wajah mereka. Sepintas, mereka terlihat seperti mahluk Jeepers Creeepers,.
Sangat menyeramkan.
Ivan
bergidik hebat. Dia merobohkan tubuhnya seraya menutupi mata dan kupingnya
kuat-kuat. Mulutnya kembali berkomat kamit melafalkan ayat Al Quran. Iavan
menangis. Tubuhnya gemetar seperti orang kesurupan. Kasihan dia. Guys.
Closing story....
Ivan
benar-benar engga bisa melupakan kejadian itu. Sesaat setelah dia sadar
makmum-makmumnya menghilang. Dia langsung meninggalkan masjid untuk menghubungi
ayahnya di kampung. Dia sangat mau tahu ap amakna di balik peristiwsa itu.
“nak,
mereka itu adalah jelmaan malaikat dan jin-jin muslim....” terang ayahnya.
“Sebenarnya kamu sangat beruntung bisa mengimami mereka. Ridak semua orang bisa
mengalami hal yang kami alami. Bahkan, seorang ustaz tersohor
sekalipun,”lanjutnya lagi. Yang pernah mengalami kejadian itu dulu Cuma Rasul.
Beliau mengimami ribuan jin muslim di kerajaan mereka.”
Ivan
menyimaknya dengan seksama. Matanya berkaca-kaca.
“kakekmu
juga dulu pernahmengimami mereka. Tidak banyak. Hanya beberapa dari kaum
mereka. Tapi, jumlah makmum kamu ribuan, nak. Sesuatu yang sangat langka, kejadian
serupa yang dialami Rasul masih terulang. Apalagi yang mengalaminya ternyata
putra Ayah. Tentu ayah bangga sama kamu. Mudah-mudahan kamu mendapat berkah
yang melimpah dari kejadian ini....”
Ivan
engga sanggup menahan tangis mendengar penuturan ayahnya. Dia mencucurkan air
mata seraya bersujud mengucap syukur....
Sekian
Dikutip dari buku WOW KONYOL karya Rons
“Onyol” Imawan
0 komentar:
Post a Comment