Tuesday, 21 January 2014

CERPEN LUCU : SUMMER HOLIDAY


SUMMER HOLIDAY
Karya Cyintia K

Libur semester ganjil telah tiba. Semua siswa dan guru bergembira, termasuk gank F4 Boys. F4 Boys adalah kumpulan empat orang cowok paling keren di Smanda, dan pada liburan kali ini, mereka berencana akan berwisata ke Jakarta sekalian menghabiskan liburan selama dua minggu disana. Meski begitu, uang yang diperoleh untuk membeli tiket dan uang konsumsi selama disana bukan seratus persen dari orangtua mereka, lho.
Yap, selama kurang lebih enam bulan ini mereka mencari uang tambahan demi acara ‘summer holiday’, berhubung liburan kali ini sedang musim kemarau, jadi biar rada kerenan dikit, mereka memberi tema itu deh! ‘Summer holiday at Batavia’. Kali ini juga ada yang beda, karena F4 Boys dikawal oleh Rahmat, ketua Rohis Smanda. Yah, itung-itung sekalian jadi bodyguard mereka dan ada yang mengingatkan bila mereka lupa sholat:D. Rahmat memperoleh uang dari hasil mengerjakan tugas makalah Bahasa Inggris teman-teman sekelasnya, tak tanggung-tanggung upah yang dipatoknya berkisar antara seratus hingga dua ratus ribu per orang. Anehnya, teman-temannya percaya aja dan akhirnya Rahmat dipercayakan oleh lima orang siswa untuk mengerjakan tugas itu. Lain lagi halnya dengan Reko. Cowok imut yang satu ini mencari penghasilan tambahan dengan membuka les privat khusus untuk siswa SD dan SMP di rumah kost-nya. Alhamdulillah ia berhasil dipercaya sebanyak tiga orang siswa SMP 3 yang kebetulan juga ngekos didekat rumah kostnya. Lain Reko, lain lagi halnya dengan ketua gank F4 Boys. Azzam mengumpulkan dana dari hasil bisnis pulsa DBS nya yang berjalan sangat lancar, plus hasil untung berbisnis T-Shirt for men only di distro miliknya, ditambah lagi dengan hasil upah mengerjakan PR Matematika teman-teman sekelas yang berjumlah delapan orang. Yah, emang sih hasil yang didapat nggak seberapa, tapi cukuplah untuk menambah uang akomodasi tiket dan konsumsi selama liburan. Sementara itu, Ujang dan Jerry kompakan berbisnis ombus-ombus dan lemang tapai di sekolah. Lagi-lagi, memang hasil yang diperoleh nggak seberapa, tetapi lumayan untuk menambah biaya beli tiket Pekanbaru-Jakarta-Pekanbaru. Kalo masih kurang juga, baru deh minta tambahan dari orangtua masing-masing. Eit, jangan kira mereka berlima pergi dengan bus atau travel agent gitu, yah. Sejak jauh-jauh hari mereka sudah membooking tiket pesawat (yah, walaupun tiket non-online, abisnya belum punya kartu kredit dan ATM).

Hari ini adalah liburan hari pertama. Azzam celingukan menunggu seseorang didepan bandara Sultan Syarif Qasim II. Setengah jam lagi mereka harus berangkat, tetapi yang ditunggu belum juga datang. Azzam merasa perutnya keroncongan, tetapi ditahannya demi kesetiakawanan. Disaat sedang bingung, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
“Assalamu’alaikum,”

Azzam menoleh,”Wa alaikumsalam, Mat. Kok baru datang?”
“Sori bro, jalanan macet. Kagak tau gue ntah kenapa Pekanbaru sekarang jadi macet banget. By the way, yang lain mana, Azzam?” tanya Rahmat, ikut-ikut celingukan.
Azzam mendengus sebal,”Gak tau. Dasar manusia jam karet! Udah jam berapa nih, kan kita harus check-in dulu,”
Rahmat mengerti maksud Azzam. Ia berusaha menenangkan,”Yah, kalo gitu lo check-in duluan aja, Azzam. Biar gue yang nungguin mereka. Ntar kami nyusul,”

Azzam keberatan masuk kedalam sendirian,”Ogah ah, males gue. Gue telepon Ujang dan yang lain dulu, ya,” ia lalu mengeluarkan iPhone 3GS miliknya. Sesaat kemudian ia telah tersambung ke nomor seluler Ujang.
“Iya, Azzam. Tungguin gue, lagi macet nih. Ada si Komo sama Teletubbies lewat,” Ujang menjelaskan.
“Udah dijalan mana, Jang?”
“Udah lumayan deket nih. Gue lagi di Sudirman. Deket MTQ,” Ujang terdengar menjawab sambil mengunyah keripik, mungkin sejenis keripik singkong.
“Hmpfff…, lama banget sih? Ya udah gue check-in dulu, ya. Ntar lo nyusul aja ke dalam. Assalamu’alaikum,” Azzam menutup pembicaraan.
“Dimana yang lain, Azzam?” tanya Rahmat, sepertinya juga sudah tidak sabaran ingin segera masuk kedalam bandara.
“Masih dijalan. Oya, Mat, tolong telponin Reko dong, gue telponin Jerry. Ok?”
“Sip,” Rahmat meraih ponselnya dan mulai menghubungi Reko. Ternyata Reko sudah hampir sampai. Rahmat menutup gagang ponselnya.
“Check-in dulu, yuk!” ajak Azzam seraya mearik tangan Rahmat.
“Oi, tungguin gue!” seru seseorang yang mereka kenali suaranya. Jerry menghamipiri dari arah yang berlawanan dengan mereka berdua.
“Dari mana aja, Jer? Kita udah lama nungguin elo….,” jelas Azzam.
“Sori, bro. Gue tadi abis bantuin Opung masak nasi goreng,” jelas Jerry. Rahmat menggelengkan kepala,”udah tau mau berangkat. Eh, elo nya malah masak nasi dulu. Ya udah masuk kedalam yuk!” ajaknya. Mereka bertiga lalu masuk setelah melewatkan koper mereka kedalam peralatan pemeriksa barang. Setelah itu, Azzam langsung menuju konter untuk menunjukkan tiket mereka. Jerry dan Rahmat dengan sabar menunggu. Tak lama kemudian Ujang dan Reko muncul. Mereka berlima lalu menaiki lantai atas menuju ruang tunggu.
“Gak nyangka, yah, Zam? Akhirnya kita bisa liburan kayak gini. Kayak di buku cerita karangan Enid Babon aja,” ujar Ujang.
“Hus! Ngawur! Yang bener tuh Enid Blyton. Kalo dia denger ntar lo dimarahin ama dia dari kuburan!” Jerry protes.
“Lha? Emang dia udah meninggal, yah?” tanya Ujang lagi. Jerry hanya diam menatap sahabatnya yang ‘tragis’.
“Ya…, ini kan belum seberapa dibanding pengorbanan kalian selama satu semester ini,” jelas Azzam, matanya lurus menghadap kearah jendela. Diluar beberapa pesawat terlihat memarkirkan dirinya, sementara itu pesawat Lion Air yang menuju Medan bersiap-siap hendak take-off.
Azzam lalu melihat arlojinya. Jam menunjukkan pukul setengah dua belas,“Gue laper. Makan dulu, yuk!”
“Tapi kan lima belas menit lagi kita take-off?” Ujang mengingatkan.
“Kagak. Pesawatnya delay. Kita berangkat ntar jam dua,” Azzam menunjuk ke televisi yang dipajang didekat jendela.
“Yah…, tau gini mendingan gue makan nasi goreng Opung gue dulu,” Jerry menepuk jidatnya, yang membuat Azzam menoleh kearahnya,”Ya udah sini gue yang traktir kalian makan,”

Azzam menggandeng keempat sohibnya ke salah satu kantin. Berhubung uangnya yang agak limited, Azzam hanya memesan dan membayar air mineral sebanyak lima botol.
“Loh? Kok aer doang? Katanya lo laper?” tanya Jerry, heran.
“Gue baru inget. Biasanya kalo delay ntar kita dikasih makan ama pihak maskapai penerbangan,” jelas Azzam, yang diikuti acara manggut-manggut oleh keempat sohibnya.
Jerry celingukan keluar kantin, melihat kearah mereka duduk tadi,”ngapain tuh rame-rame, Zam?” tunjuknya.
Azzam melihat kearah yang ditunjuk Jerry,”Oh, itu…, ng…, pembagian sembako..., eh, pembagian makan siang! Cepetan kesana!” perintah Azzam yang diikuti oleh keempat anak buahnya.
“Jang, lo aja deh yang kesono. Minta lima kotak, yah?” pinta Jerry sambil menepuk pundak Ujang.
“Hah? Gue?” tanya Ujang, bengong.
“Iya, elo. Sono, gih!” pinta Jerry lagi. Sesaat kemudian Ujang tiba membawa lima kotak makanan, dan alangkah kagetnya mereka ketika mengetahui bahwa isi kotak itu hanyalah dua buah kue plus air mineral.
“Bro…, gue…, laper banget….,” desis Ujang pelan.
^_^ ^_^ ^_^

Jam menunjukkan pukul 15.30 saat gank F4 Boys plus Rahmat mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Pesawat Air Asia yang ditumpanginya mendarat dengan selamat meskipun tadi mereka sempat khawatir karena cuaca yang kurang bersahabat. Mereka pun tadi harus berjuang memperoleh tempat duduk yang PeWe, maklumlah kan Air Asia tiket yang paling murah dan tidak disediakan nomor kursi penumpang. Setelah mengambil koper mereka di bagasi, kelima cowok itu lalu mencari taksi. Mereka akan menuju ke hotel terdekat.
“Gimana kalo ke hotel Grand Ancol aja? Biar lebih deket ke Dufan, gitu?” usul Ujang yang disambut hangat oleh Jerry,”Wah, tumben otak lo encer, Jang! Ok deh, gimana kalo kita nginep disana aja? Setuju?” tanya Jerry yang disanggupi sahabatnya. Ujang lalu melakukan tawar-menawar dengan salah seorang sopir taksi. Lalu mereka menaiki taksi itu.
“Gimana kalo kita ke Dufan aja langsung?” tanya Ujang.
“Gile aje, lo, Jang. Kayaknya Dufan udah tutup deh. Gimana kalo besok?” usul Rahmat,”lagian kalian belum sholat Ashar, kan?”
F4 Boys menepuk jidat mereka,”Astaghirullah, iya, ampir aje lupa,”
“Hmm., kalo gitu kita ke hotel dulu, abis itu jangan lupa sholat Ashar,” Rahmat mengingatkan lagi, yang disambut kata,”Iya, ustadz,” oleh Ujang.
^_^ ^_^ ^_^

Keesokan harinya sekitar jam 9 pagi, rombongan Rahmat and the gank buru-buru keluar hotel dan menyetop sebuah taksi untuk mengantar mereka ke Dufan. Yap, apalagi tujuan mereka jika bukan pergi berlibur kesana. Sesampainya di tujuan dan setelah mengecap tangan dengan logo Dufan, mereka disambut oleh badut singa berhidung mancung yang sedang asyik berjoget.
“Psst…, sekilas mirip banget ama lo, Jang,” bisik Jerry pada Ujang. Ujang manyun, ia yang rada-rada parno sama badut buru-buru menghindar dari tempat itu.
“Guys, kita ke istana boneka dulu, yok…?” ajak Ujang. Teman-temannya tertawa,”Parah lo, Jang. Masa’ lo kayak mental tempe gitu, sih?” ledek Azzam,”mending kita main yang itu aja tuh,” Azzam menunjuk permainan Kora-Kora, sebuah ayunan raksasa berbentuk perahu yang diayunkan hingga kira-kira setinggi lima meter. Tampak para penumpang Kora-Kora yang histeris ketika ayunan itu sampai di puncak. Ujang bergidik,”Ogah, ah. Kalian aja yang maen sana. Gue ogah!”
Jerry memandang Ujang dengan sudut matanya,”Yeee, cemen. Mending lo naik roller coaster atau Tornado itu tuh, yang di iklanin di teve itu,” saran Jerry. Rahmat menengahi,”Ya udah, daripada ribut gak jelas, gimana kalo kita ke Rumah Sesat? Yah itung-itung untuk pemanasan aja dulu? Gimana?” usulnya, yang diikuti anggukan setuju sahabatnya.
Mereka lalu bergandengan menuju rumah sesat itu. Ujang and the gank kebingungan mencari jalan keluar, memasuki rumah itu serasa berada di film Harry Potter and the Goblet of Fire yang harus menemukan jalan keluar dari labirin raksasa untuk meraih piala api. Bedanya, kalo di film Harry Potter, labirinnya terbuat dari tanaman raksasa yang bisa memakan apa saja. Sedangkan di Dufan hanya labirin biasa yang terbuat dari kayu.
“Kayaknya sih kesini nih…,” Ujang mengikuti intuisinya.
“Bukan kesitu! Itu mah buntu! Yang bener kesini nih….,” Reko mengusulkan yang diikuti oleh personil Boys lainnya.
“Ogah! Gue mau kesini aja,” Ujang akhirnya nekat pergi memilih jalan pilihannya sendirian. Ia baru agak bingung ketika ia menemukan jalan buntu, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Sementara keempat sahabatnya sudah menemukan jalan keluar. Saat tiba diluar, Jerry bertanya dengan perasaan cemas,”Ujang…., Ujang mana????”
***

Ujang berharap ada seseorang diluar sana yang menemukannya karena ia sangat ketakutan. Ia telah berusaha menemukan jalan keluar dari rumah sesat itu, tapi selalu saja buntu. Didalam hati Ujang menyesali keputusan yang dibuatnya tadi, kalau saja ia menuruti Reko dan menghilangkan sedikit sifat idealisnya, mungkin saja hal konyol seperti ini tidak terjadi.
“Tolong….,” desis Ujang dalam hati, ia sudah lelah mencari jalan keluar namun selalu saja terhalang oleh tembok-tembok labirin didalam rumah sesat itu. Ujang mengutuk permainan labirin itu,”Tau bantuak iko mending awak ikuik gaek pai ka Lobang Jepang ajo di Bukittinggi lai, indak akan bantuak iko jadinyo dow, huh!” Ujang ngedumel dalam bahasa Perancis dan menendang tembok-tembok rumah itu. Ia menahan perutnya yang berbunyi kukuruyuk, padahal jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Akhirnya Ujang hanya terduduk sembari menunggu ada seseorang yang menyelamatkan dirinya.
“Ujaaanggg…! Lo dimana…?” panggil seseorang yang dikenali olehnya sebagai suara Jerry. Ya, mungkin sepertinya itu suara spregen senasib seperjuangannya. Ujang bersiap-siap memasang tampang memelas,”Bro…, gue disini…,” sahut Ujang dengan suara yang memprihatinkan dan untung saja Jerry yang berada tepat dibalik tembok mendengarnya,”Jang…, lo disitu yah? Tungguin gue ya!” Jerry lalu terburu-buru mencari jalan menuju ke tembok diselebelahnya.
“Ya Tuhan! Kenapa sih lo Jang? Bikin gue cemas aja!” omel Jerry setibanya ditempat Ujang yang terduduk lemas.
“Gue kirain gue bakalan ditinggal sendirian disini…, emangnya lo merhatiin gue, Jer? Kok lo kayaknya perhatian banget sama gue?” tanya Ujang ke-GR-an. Jerry mendengus,”Yah, maksudnya kita semua, gitu. Lo gak mikir apa kalau kita-kita tuh dari tadi baru aja nyadar kalo lo tersesat! Lagian lo sih, idealis banget!”
Ujang menggaruki kepalanya sambil cengengesan,”kalau idealis dalam berprinsip kan gak apa-apa, Jer,”
“Iya, tapi kali ini kita lagi main, lagi seneng-seneng! Ya udah cabut yuk! Yang lain udah nunggu diluar,” Jerry memotong pembicaraan. Mereka berdua menghampiri teman-teman yang lain yang sedang menunggu diluar.
“Ujang! Lo kemana aja tadi?” tanya Rahmat menahan tawanya, didalam hati ia prihatin kepada salah seorang sohibnya yang selalu mengalami ‘unpredicted situation’. Ujang hanya manyun melihat ganknya menertawakannya. Rahmat yang prihatin lalu berinisiatif mengajak mereka melanjutkan permainan berikutnya.
“Jang, lo mau ikut?” ajak Rahmat, lagi-lagi masih menahan tawanya. Ujang masih manyun,”Ogah! Gue mau disini aja. Siapa tau ketemu bule,” Ujang menolak tawaran itu.

Jerry berdecak kagum,“Ckckck.... Lantaran mau ketemu bule aja, langsung dah!” Jerry mengalihkan pandangannya ke permainan komidi putar. Tampak dua orang bule wanitamelewati tempat mereka berdiri, yang satu memakai tanktop berwarna pink yang dipadu blazer dan rok mini berwarna putih serta berambut pirang panjang, sementara yang satu lagi memakai T-Shirt abu-abu dan celana jeans serta berambut pendek kemerahan. Jerry melihat Ujang speechless memandangi si bule.
“Miss…, miss….! Wait for me….!” Ujang lalu berlari menghampiri kedua cewek bule itu. Otomatis keduanya berhenti dan menoleh dengan tampang penuh tanda tanya,”yes, please?”
“Ng.., I.., I want to photo bareng…,” Ujang berpikir mengenai kata-kata yang pas agar kedua cewek itu paham maksud perkataannya.
“Sorry, Miss, my friend wants to take some photos together with you,” Azzam tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Ujang dan menjelaskan.
Salah seorang cewek yang berambut pirang panjang tersenyum dan kelihatannya tidak keberatan,”Ok. No problem,” jawab cewek pirang. Lalu kedua cewek itu lalu mengambil posisi dengan mengapit Ujang ditengah-tengah. Ujang mulai terbuai, ia memilih pose paling keren, nyengir sambil mengacungkan dua jari. Sementara itu Rahmat mulai mengambil kamera digitalnya kemudian bersiap-siap mengambil foto.
“Ok…., smile yah! Ains…., zwai…, drei!” dengan lagak bak fotografer professional, Rahmat memberi aba-aba dalam bahasa Minang, eh, Jerman. Kedua cewek yang berasal dari Austria itu terlihat takjub. Setelah puas mengambil tiga kali take foto, cewek berambut pirang itu menanyai Rahmat,”Excuse me, do you can speak Deutsch?”
Rahmat kelihatan tersapu-sapu…, eh tersipu-sipu,”Hmm, yeah, bitte,”

Si cewek rambut panjang manggut-manggut, sementara si cewek berambut pendek membetulkan letak topi warna pink yang dipakainya. Iseng-iseng Rahmat bertanya,”Where do you come from, Miss?”
“Oh, we come from Austria…, that’s in Europe,” jawab cewek rambut pendek,”I am Alicia and this is my bestfriend, Joice. What’s your name?” tanya cewek yang ternyata bernama Alicia itu seraya mengulurkan tangan.

Rahmat terpana sejenak,“Oh, I am Rahmat,” jawabnya sambil menelungkupkan tangan. Sekilas ia melihat kedua cewek itu tampak bingung ketika Rahmat menolak diajak salaman, tetapi kemudian kelihatannya mereka mengerti.
“Are you from Bali?” tanya Alicia lagi.
“No.., we are from Riau. Anyway, how about trying Kora-Kora?” Rahmat menunjuk ke permainan ayunan raksasa yang dilewatinya tadi. Kedua cewek itu menyanggupi. Sementara itu Ujang kelihatan berkeringat dingin, dalam hati ia bergumam untuk melampiaskan kekesalannya pada Rahmat. Rahmat mengajak spregennya dan tanpa berkomentar apa-apa lagi, keempat sahabatnya menurut saja. Mereka bersama-sama berjalan menuju ayunan jumbo itu, disana tampak penumpangnya yang histeris ketika berada di puncak. Ketika permainan usai, tibalah giliran mereka. Mereka mengambil posisi tempat duduk dideretan paling belakang dan mengenakan sabuk pengaman. Ujang kelihatan makin pucat, Azzam senyam-senyum sendiri karena memang ini yang ditunggu-tunggunya, Jerry terlihat makin santai dan rileks, Reko agak deg-degan sementara Rahmat berdzikir dalam hati, berharap semuanya baik-baik saja. Kemudian ayunan raksasa itu mulai bergerak perlahan tapi pasti, kemudian makin lama makin tinggi hingga sampai di puncaknya. Ujang memejamkan mata dan berharap dirinya masih hidup(ya iyalah!!!), tapi harapan itu mulai memudar ketika posisinya berada di paling tinggi, kemudian ayunan itu menurun dengan sangat kencang, membuat perutnya yang memang sudah keroncongan bertambah keroncongan. Begitu seterusnya sampai akhirnya Ujang tak tahu kejadian apa-apa lagi dan ketika ia membuka mata…
“Jang…, lo baek-baek aja, kan?” tanya Jerry sambil menatapnya prihatin,”permainannya udah selesai kok, Jang,” jelasnya lagi. Ujang yang bengong dari tadi kemudian menyadari dirinya ada di salah satu kursi dekat kantin, kemudian ia melihat Joice menyodorinya air mineral.
“Thank’s..,” Ujang menatap Joice yang berada disampingnya agak lama kemudian melanjutkan,”emangnya gue kenapa?”
“Lo nyaris aja nggak sadarkan diri, Jang. Lo kayak orang lungling!” Reko menjelaskan tapi tiba-tiba diprotes Jerry yang mencolek bahunya,”Linglung,”
“Are you OK? Or wanna vomit?” tanya Joice, meraba dahi Ujang dan mendekatkan wajahnya ke Ujang yang lemas. Hmmm, perlu dicurigai nih!.
“No…, I’m…., I’m okay….,” tolak Ujang halus, namun kemudian Ujang merasa ada yang bergejolak aneh didalam perutnya,”I want to….,”

Kedua cewek bule itu menatap Ujang prihatin, namun sedetik kemudian Ujang mengeluarkan semua isi perutnya.
“Astaghfirullah, Jang…,” seru Rahmat agak panik,”cepetan ambil tisu!” perintahnya yang membuat ketiga cowok lainnya buru-buru melihat ke sekeliling mereka, yah, siapa tau aja ada tisu.
“No problem. I have a handicraft. Just take it for you,” tawar Joice yang kemudian mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan menyodorkannya kepada Ujang yang tak mampu berkata sepatah katapun. “Joice memang baik….,” gumamnya dalam hati.
“Ya udah sekarang kita ke toilet dulu, setelah itu baru makan,”ujar Azzam pada anak buahnya,”Jer, elo tungguin disini yah!” perintahnya lagi, Jerry menyanggupi.
“Gue pengen makan pizza…,”pinta Ujang yang kesadarannya masih lima puluh persen. Keempat sahabatnya memelototi Ujang.
Azzam menggeretakkan giginya,“Ujanggg…., udah teler masih masih berani minta yang macam-macam juga????!!!”

THE END

PROFIL PENULIS
Nama : Cyintia Kumalasari
Tempat/Tgl Lahir : Pekanbaru, 25 November 1991
Universitas Islam Riau
Alumni SMAN 2 Pekanbaru
Facebook : http://www.facebook.com/cyintiaa1


0 komentar:

Post a Comment