Semua pandangan tertuju
pada spidol yang berdecit-decit. Namun, tampaknya Vio sangat gelisah. Surat
hitam baru saja jatuh di atas mejanya. Ia pun dengan curiga melirik ke kanan,
kiri, dan belakang.
“Tidak ada wajah-wajah
yang patut dicurigai.” Gumamnya lirih. Kemudian pandangannya kembali pada
spidol dengan raut wajahnya yang masih penasaran terhadap surat hitam. Entah
dari mana asal, untuk siapa, dan siapa pengirimnya. Tidak begitu jelas.
“Surat? Surat siapa?”
tanyanya dalam hati.
Ia tidak berani menyentuh
surat itu. Ia hanya menatap dengan penuh kecurigaan. Jantungnya berdebar-debar,
keringatnya mulai mengalir, gelisah.
Ketika bel berbunyi,
secepat kilat ia mengemas buku-bukunya ke dalam tas dan membiarkan surat itu
berada di meja.
Sesampai di rumah,
pikirannya masih terus dihantui surat hitam. Sepertinya ia sangat menyesal.
“Bodoh! Seharusnya ku
ambil saja surat tadi. Hem, dasar bodoh!” pekiknya.
Ibunya yang hanya sepintas
lewat tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
“Bodoh? Eh, Butet, siapa
yang bodoh?”
“Anu, Mak…” ia terlihat
gagap ketika mata ibunya membesar 2 kali lipat dari matanya. Ia diam dan
tertunduk.
“Brakkk,” ia menendang
pintu sekuat tenaga lalu pergi begitu saja dan kembali ke sekolah. Ditatapnya
surat hitam yang masih tergeletak di atas mejanya.
“Surat siapa sih?”
perlahan-lahan dibukanya surat hitam itu. Tangannya bergetar hebat.
“Hati? Cuma Hati? Alamak!
Kalau tahu gitu, mending tak usah ku buka deh!” ujarnya sambil meremas surat
itu. Ia pun kembali ke rumahnya dengan perasaan kecewa. Ternyata isi surat itu
hanya terdiri dari 4 huruf, yaitu; H, A, T, dan I. HATI!
Keesokannya, ia mendapat
surat hitam yang sama. Dengan santai ia pun membukanya. Isinya masih sama,
HATI. Keesokannya lagi, masih sama dan kembali diremas. Sampai akhirnya ia
bosan dan melemparkan surat itu ke luar jendela. Upss! Tepatnya mengenai Tio,
bekas pacarnya dua tahun yang lalu. Tapi aneh, dari kejauhan Rio terlihat geli
ketika melihat surat hitam yang sudah diremas itu. Sedangkan dirinya masih
bingung dengan arti surat hitam itu. Akhirnya ia menceritakan surat hitam itu
kepada Rena.
“Oh, gitu! Emangnya sudah
berapa kali kau menyakiti perasaan cowok?” tanya Rena.
Ia terbelalak dan merasa
bahwa respon sahabatnya itu tidak nyambung dengan apa yang ia ceritakan.
“Ah, kau memang tak
nyambung! Apa hubungannya coba surat hitam sama cowok?”
“Kau dengar dulu aku! Jadi
tuh, aku pernah dengar, kalau hitam itu identik dengan cowok. Nah, kalau
tulisan hati sih, mungkin si cowok itu pernah sakit hati kau buat. Hati-hati!
Tulah kau, makanya jadi cewek itu jangan playgirl!” jelas Rena sok tahu.
“Alah, kau ini bisa saja.
Aku ini kan Joset, jomblo setia. Aku mana pernah punya pacar.” Ujarnya sambil
menjulurkan lidah. Ia seakan-seakan tidak mengakui adanya Tio di dua tahun
lalu.
“Ah, terserah kau lah!”
pekik Rena.
Ia hanya tertunduk bingung
dengan arti surat hitam itu. Namun ia menduga bahwa surat itu ada kaitannya
dengan Tio.
“Ha-ha-ha!” Rena tertawa
geli melihat raut wajahnya.
“Kenapa kau?” tanyanya
bingung.
“Sudahlah, itu hanya surat
hitam tanpa arti. Ha-ha-ha, surat itu dari aku. Piss! Makanya jadi cewek jangan
playgirl!”
Mulutnya menganga lebar
tak percaya.
“Ah, dasar kau!”
SELESAI
Cerpen Karangan: Sindi
Violinda
Facebook:
https://www.facebook.com/pages/Sindi-Violinda/278930598892956
Sindi Violinda, penulis
yang lahir di Medan pada 11 Mei 1996 ini berdomisili di kota Medan, Sumatera
Utara. Banyak karyanya telah tertuang dalam bentuk antologi Cerpen, Puisi, FF,
dan FTS. Beberapa puisinya juga telah dimuat di rubrik sastra Waspada. Salah di
antaranya yaitu: Pucuk Akhir Tahun dan Menyambut 2014. Ia bisa disapa melalui
email : sindi.violinda[-at-]yahoo.com.
0 komentar:
Post a Comment