Wednesday 10 December 2014

Surat Hitam Tanpa Arti



 Semua pandangan tertuju pada spidol yang berdecit-decit. Namun, tampaknya Vio sangat gelisah. Surat hitam baru saja jatuh di atas mejanya. Ia pun dengan curiga melirik ke kanan, kiri, dan belakang.
“Tidak ada wajah-wajah yang patut dicurigai.” Gumamnya lirih. Kemudian pandangannya kembali pada spidol dengan raut wajahnya yang masih penasaran terhadap surat hitam. Entah dari mana asal, untuk siapa, dan siapa pengirimnya. Tidak begitu jelas.

“Surat? Surat siapa?” tanyanya dalam hati.
Ia tidak berani menyentuh surat itu. Ia hanya menatap dengan penuh kecurigaan. Jantungnya berdebar-debar, keringatnya mulai mengalir, gelisah.

Ketika bel berbunyi, secepat kilat ia mengemas buku-bukunya ke dalam tas dan membiarkan surat itu berada di meja.


Sesampai di rumah, pikirannya masih terus dihantui surat hitam. Sepertinya ia sangat menyesal.
“Bodoh! Seharusnya ku ambil saja surat tadi. Hem, dasar bodoh!” pekiknya.
Ibunya yang hanya sepintas lewat tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
“Bodoh? Eh, Butet, siapa yang bodoh?”
“Anu, Mak…” ia terlihat gagap ketika mata ibunya membesar 2 kali lipat dari matanya. Ia diam dan tertunduk.
“Brakkk,” ia menendang pintu sekuat tenaga lalu pergi begitu saja dan kembali ke sekolah. Ditatapnya surat hitam yang masih tergeletak di atas mejanya.
“Surat siapa sih?” perlahan-lahan dibukanya surat hitam itu. Tangannya bergetar hebat.
“Hati? Cuma Hati? Alamak! Kalau tahu gitu, mending tak usah ku buka deh!” ujarnya sambil meremas surat itu. Ia pun kembali ke rumahnya dengan perasaan kecewa. Ternyata isi surat itu hanya terdiri dari 4 huruf, yaitu; H, A, T, dan I. HATI!

Keesokannya, ia mendapat surat hitam yang sama. Dengan santai ia pun membukanya. Isinya masih sama, HATI. Keesokannya lagi, masih sama dan kembali diremas. Sampai akhirnya ia bosan dan melemparkan surat itu ke luar jendela. Upss! Tepatnya mengenai Tio, bekas pacarnya dua tahun yang lalu. Tapi aneh, dari kejauhan Rio terlihat geli ketika melihat surat hitam yang sudah diremas itu. Sedangkan dirinya masih bingung dengan arti surat hitam itu. Akhirnya ia menceritakan surat hitam itu kepada Rena.

“Oh, gitu! Emangnya sudah berapa kali kau menyakiti perasaan cowok?” tanya Rena.
Ia terbelalak dan merasa bahwa respon sahabatnya itu tidak nyambung dengan apa yang ia ceritakan.
“Ah, kau memang tak nyambung! Apa hubungannya coba surat hitam sama cowok?”
“Kau dengar dulu aku! Jadi tuh, aku pernah dengar, kalau hitam itu identik dengan cowok. Nah, kalau tulisan hati sih, mungkin si cowok itu pernah sakit hati kau buat. Hati-hati! Tulah kau, makanya jadi cewek itu jangan playgirl!” jelas Rena sok tahu.
“Alah, kau ini bisa saja. Aku ini kan Joset, jomblo setia. Aku mana pernah punya pacar.” Ujarnya sambil menjulurkan lidah. Ia seakan-seakan tidak mengakui adanya Tio di dua tahun lalu.
“Ah, terserah kau lah!” pekik Rena.
Ia hanya tertunduk bingung dengan arti surat hitam itu. Namun ia menduga bahwa surat itu ada kaitannya dengan Tio.
“Ha-ha-ha!” Rena tertawa geli melihat raut wajahnya.
“Kenapa kau?” tanyanya bingung.
“Sudahlah, itu hanya surat hitam tanpa arti. Ha-ha-ha, surat itu dari aku. Piss! Makanya jadi cewek jangan playgirl!”
Mulutnya menganga lebar tak percaya.
“Ah, dasar kau!”

SELESAI

Cerpen Karangan: Sindi Violinda
Facebook: https://www.facebook.com/pages/Sindi-Violinda/278930598892956
Sindi Violinda, penulis yang lahir di Medan pada 11 Mei 1996 ini berdomisili di kota Medan, Sumatera Utara. Banyak karyanya telah tertuang dalam bentuk antologi Cerpen, Puisi, FF, dan FTS. Beberapa puisinya juga telah dimuat di rubrik sastra Waspada. Salah di antaranya yaitu: Pucuk Akhir Tahun dan Menyambut 2014. Ia bisa disapa melalui email : sindi.violinda[-at-]yahoo.com.

0 komentar:

Post a Comment