Namaku Rina. Umurku
sembilan tahun kelas 4 SD. Aku sekolah di Girls International Junior High
School, sekolah khusus perempuan.
“Bun, Rina berangkat ya!”
Kataku.
“Hati hati.” Bunda
menyahut sambil menyelesaikan mencuci piring terakhir.
Rina berangkat ke sekolah
diantar ayah. Di jalan, ada sebuah truk besar. Pengendara truk itu melamun jadi
tidak sengaja dia menabrak motor ayah.
“Tidak!” Kataku. Ayah
selamat, tapi justru AKU yang tertimpa truk itu.
Aku menyadari pandanganku
gelap. Ambulan datang. Ayah menghubungi bunda tentang keadaanku, lalu bunda
menyusul ke RS Zahmutawakal.
Aku dicek keadaan disitu.
“Dok, bagaimana keadaan
anak saya” tanya bunda.
“Anak anda mengalami
kebutaan,” kata sang dokter agak prihatin sambil memegang sebuah alat
kedokteran.
“Huhuhu” tangis bunda dan
ayah.
“Apa, aku mengalami
kebutaan?” Tanyaku. Aku berlari dengan sedih berdenyut denyut, melepaskan
kaitan infus yang menyangkut ke taman rumah sakit. Aku tertubruk terus karena
tidak bisa melihat jalan.
Aku merasakan seorang anak
sebayaku menghampiriku.
“Hai,” katanya.
“Hai.” Ucapku pelan.
“Kamu… buta, ya?” Tanya
anak itu takut aku tersinggung.
“Iya emang kenapa?”
cetusku.
“Gak ada,” ucapnya.
“Dulu aku juga buta. Aku
menyerah dalam hidupku, tapi sahabatku terus menyemangatiku. ‘Buta bukanlah
sebuah akhir’. Perjuangkan hidupmu sendiri dan bersinarlah. Hantam penyakit
butamu, dan berjuanglah. Kamu akan mendapati setitik cahaya kemenangan bahwa
kamu telah melawan kebutaanmu sendiri dan sadar, bahwa buta bukanlah akhir yang
menyakitkan.” Anak itu bercerita.
“Makasih banyak. Sekarang
aku sadar.” Aku tersenyum. Ya. Buta bukanlah sebuah akhir. Senyumilah hidupmu,
dan berjuanglah.
Tamat
Cerpen Karangan: Aletha
Radhwa Pratiwi
Facebook: Aletha Radhwa
Pratiwi (facebook)
0 komentar:
Post a Comment