Wednesday, 10 December 2014

Buta Bukanlah Akhir



Namaku Rina. Umurku sembilan tahun kelas 4 SD. Aku sekolah di Girls International Junior High School, sekolah khusus perempuan.

“Bun, Rina berangkat ya!” Kataku.
“Hati hati.” Bunda menyahut sambil menyelesaikan mencuci piring terakhir.

Rina berangkat ke sekolah diantar ayah. Di jalan, ada sebuah truk besar. Pengendara truk itu melamun jadi tidak sengaja dia menabrak motor ayah.
“Tidak!” Kataku. Ayah selamat, tapi justru AKU yang tertimpa truk itu.

Aku menyadari pandanganku gelap. Ambulan datang. Ayah menghubungi bunda tentang keadaanku, lalu bunda menyusul ke RS Zahmutawakal.
Aku dicek keadaan disitu.

“Dok, bagaimana keadaan anak saya” tanya bunda.
“Anak anda mengalami kebutaan,” kata sang dokter agak prihatin sambil memegang sebuah alat kedokteran.
“Huhuhu” tangis bunda dan ayah.
“Apa, aku mengalami kebutaan?” Tanyaku. Aku berlari dengan sedih berdenyut denyut, melepaskan kaitan infus yang menyangkut ke taman rumah sakit. Aku tertubruk terus karena tidak bisa melihat jalan.


Aku merasakan seorang anak sebayaku menghampiriku.
“Hai,” katanya.
“Hai.” Ucapku pelan.
“Kamu… buta, ya?” Tanya anak itu takut aku tersinggung.
“Iya emang kenapa?” cetusku.
“Gak ada,” ucapnya.
“Dulu aku juga buta. Aku menyerah dalam hidupku, tapi sahabatku terus menyemangatiku. ‘Buta bukanlah sebuah akhir’. Perjuangkan hidupmu sendiri dan bersinarlah. Hantam penyakit butamu, dan berjuanglah. Kamu akan mendapati setitik cahaya kemenangan bahwa kamu telah melawan kebutaanmu sendiri dan sadar, bahwa buta bukanlah akhir yang menyakitkan.” Anak itu bercerita.
“Makasih banyak. Sekarang aku sadar.” Aku tersenyum. Ya. Buta bukanlah sebuah akhir. Senyumilah hidupmu, dan berjuanglah.

Tamat

Cerpen Karangan: Aletha Radhwa Pratiwi
Facebook: Aletha Radhwa Pratiwi (facebook)

0 komentar:

Post a Comment