Pak
Wanto memberi tugas kepada kami untuk mengarang dengan tema tamasya di Monas,
Kebun binatang Raguna, Dufan, TMII, Lubang Buaya dan Sea World. Selama sepuluh
menit aku tidak bisa menulis apa-apa. Meski tinggal di Jakarta, aku belum
pernah pergi ke tempat-tempat tersebut. Biaya masuk kesana cukup mahal
sedangkan orangtuaku penghasilannya pas-pasan.
Karena
aku malu bertanya, aku terpaksa mengarangnya asal saja. Aku mulai menulis
tentang Monumen Nasional yang merupakan tempat penyimpanan benda-benda kuno
yang ada di indonesia dari zaman baheula sampai zaman reformasi ini. Di sana
ada fosil binatang purba sampai kopiah Gus Dur yang dipakai saat menjadi
presiden.
Dufan
atau Dunia Fantasi adalah tempat sekolah para penyanyi. Setelah tamat sekolah
di Akademi Fantasi dapat meneruskan di Dufan ini. Di sana para pengunjung dapat
melihat cara bernyanyi yang baik. Sedangkan Taman Mini Indonesia Indah adalah
tempat menyimpan segala sesuatu yang kecil-kecil di Indonesia, seperti bonsai
dan ayam kate.
Lubang
Buaya kutulis sebagai tempat penangkaran buaya. Di sana dipelihara ratusan
buaya untuk diambil kulitnya. Para pengunjung juga dapat bercengkrama dengan
para buaya yang sudah dijinakkan.
Kalau
kebun binatang Ragunan adalah tempat memelihara binantang-binatang yang tak
biasa dipelihara orang seperti harimau, gajah, monyet, ular, unta, sampai
burung.
Agak lama aku memikirkan
Sea World. Sea mungkin artinya melihat, sedangkan world adalah kata-kata. Jadi
Sea World adalah tempat menyimpan kamus-kamus dari berbagai jenis ilmu dan
bahasa.
Aku
lega bisa menyelesaikan karangan itu tepat waktu. Dua hari kemudian Pak Wanto
membagikan kembali hasil karangan kami. Satu per satu nama dipanggil ke depan
dan diberi komentar. Ada yang senyum senang karena dipuji namun banyak pula
yang berwajah masam. Aku mendapat giliran terakhir.
“Tono, kamu pandai
mengarang kembangkan bakatmu” puji Pak Wanto
“Selama 15 tahun menjadi
guru, baru kali ini saya memberi nilai 10 untuk sebuah karangan” Kata Pak
Wanto.
Sorak-sorak
dari teman-teman bergemuruh. Kemudian Pak Wanto menyuruhku membaca hasil
karanganku. Setiap kalimat yang kubaca mendapat tertawaan dari teman-teman.
Namun ketika melihat nilai teman-temanku yang lain, aku sungguh kaget. Ada yang
yang mendapat nilai 80. Fizi yang karangannya tidak bagus hanya mendapat nilai
40. Sedangkan nilaiku hanya 10, berarti nilaikulah yang paling rendah.
“Walaupun pelajaran
mengarang untuk hal-hal yang benar-benar ada jangan asal mengarang ya, Tono!”
Pesan Pak Wanto. Aku hanya nyengir kuda. Kali ini aku benar-benar malu.
Cerpen Karangan: Dita
Zafira Tarmizi
Facebook: Dita Zafira
Assalamualaikum Namaku
Dita Zafira Tarmizi. Maaf kali ini cerpennya pendek, karena aku tidak tahu
ingin menulis apa. Trims…
0 komentar:
Post a Comment