Wednesday, 10 December 2014

Pelajaran Mengarang



Pak Wanto memberi tugas kepada kami untuk mengarang dengan tema tamasya di Monas, Kebun binatang Raguna, Dufan, TMII, Lubang Buaya dan Sea World. Selama sepuluh menit aku tidak bisa menulis apa-apa. Meski tinggal di Jakarta, aku belum pernah pergi ke tempat-tempat tersebut. Biaya masuk kesana cukup mahal sedangkan orangtuaku penghasilannya pas-pasan.

Karena aku malu bertanya, aku terpaksa mengarangnya asal saja. Aku mulai menulis tentang Monumen Nasional yang merupakan tempat penyimpanan benda-benda kuno yang ada di indonesia dari zaman baheula sampai zaman reformasi ini. Di sana ada fosil binatang purba sampai kopiah Gus Dur yang dipakai saat menjadi presiden.

Dufan atau Dunia Fantasi adalah tempat sekolah para penyanyi. Setelah tamat sekolah di Akademi Fantasi dapat meneruskan di Dufan ini. Di sana para pengunjung dapat melihat cara bernyanyi yang baik. Sedangkan Taman Mini Indonesia Indah adalah tempat menyimpan segala sesuatu yang kecil-kecil di Indonesia, seperti bonsai dan ayam kate.


Lubang Buaya kutulis sebagai tempat penangkaran buaya. Di sana dipelihara ratusan buaya untuk diambil kulitnya. Para pengunjung juga dapat bercengkrama dengan para buaya yang sudah dijinakkan.

Kalau kebun binatang Ragunan adalah tempat memelihara binantang-binatang yang tak biasa dipelihara orang seperti harimau, gajah, monyet, ular, unta, sampai burung.

Agak lama aku memikirkan Sea World. Sea mungkin artinya melihat, sedangkan world adalah kata-kata. Jadi Sea World adalah tempat menyimpan kamus-kamus dari berbagai jenis ilmu dan bahasa.

Aku lega bisa menyelesaikan karangan itu tepat waktu. Dua hari kemudian Pak Wanto membagikan kembali hasil karangan kami. Satu per satu nama dipanggil ke depan dan diberi komentar. Ada yang senyum senang karena dipuji namun banyak pula yang berwajah masam. Aku mendapat giliran terakhir.
“Tono, kamu pandai mengarang kembangkan bakatmu” puji Pak Wanto
“Selama 15 tahun menjadi guru, baru kali ini saya memberi nilai 10 untuk sebuah karangan” Kata Pak Wanto.

Sorak-sorak dari teman-teman bergemuruh. Kemudian Pak Wanto menyuruhku membaca hasil karanganku. Setiap kalimat yang kubaca mendapat tertawaan dari teman-teman. Namun ketika melihat nilai teman-temanku yang lain, aku sungguh kaget. Ada yang yang mendapat nilai 80. Fizi yang karangannya tidak bagus hanya mendapat nilai 40. Sedangkan nilaiku hanya 10, berarti nilaikulah yang paling rendah.

“Walaupun pelajaran mengarang untuk hal-hal yang benar-benar ada jangan asal mengarang ya, Tono!” Pesan Pak Wanto. Aku hanya nyengir kuda. Kali ini aku benar-benar malu.

Cerpen Karangan: Dita Zafira Tarmizi
Facebook: Dita Zafira
Assalamualaikum Namaku Dita Zafira Tarmizi. Maaf kali ini cerpennya pendek, karena aku tidak tahu ingin menulis apa. Trims…

0 komentar:

Post a Comment