Andi sedang bermain bola
bersama teman-temannya di taman dekat tempat tinggalnya saat Ibunya memanggil.
“Andi, kemari nak. Ibu
perlu bantuan kamu ni..” teriak Ibunya dari teras rumahnya yang tak jauh dari
taman.
“Bentar ah Bu.. Nanggung
ni mainnya..” sahut Andi sambil melempar bola yang digenggamnya, karena ia
bertugas sebagai penjaga gawang.
“Nanggung-nanggung? Gigimu
nanggung. Yakin ni nggak mau. Ntar nggak Ibu bikinin puding baru tau rasa..”
“Iya deh, iya. Andi
bantuin.” potong Andi sebelum Ibunya selesai berbicara, kerena ia sangat suka
dengan puding buatan Ibunya.
Andi pun memilih berhenti
bermain bola dan bergegas menemui Ibunya yang membutuhkan bantuan dirinya.
“kenapa Bu..?” ucap Andi
begitu sampai di teras rumahnya.
“Ibu mau nyuci, tapi
deterjen Ibu habis. Kamu belikan rinso gih di warung Mak Inong. Ini uangnya 10
ribu, jangan lupa kembaliannya. Ntar kamu jajanin lagi kayak kemarin. Kalau
kembaliannya berkurang, Ibu kurangin juga jatah puding kamu.” Jelas Ibunya
panjang lebar.
Andi yang baru bersekolah
di tingkat SD kelas tiga tersebut hanya menjawabnya dengan kata “iya” yang
disertai dengan anggukan lugunya dengan ekspresi wajah cemberutnya. Ia berjalan
pelan meninggalkan Ibunya di teras rumah.
Di tengah perjalanan yang
lumayan sepi, ia melihat seorang pengendara sepeda motor yang melaju dengan
kecepatan tinggi dan tiba-tiba “Brraaakkk…” pengendara tersebut menabrak
seorang Ibu-Ibu paruh baya yang sepertinya sehabis berbelanja di Pasar Sore. Barang-barang
belanjaannya berserakan di jalanan, sementara pengendara yang menabrak Ibu
tersebut melarikan diri dengan sepeda motor miliknya. Andi yang berada di dekat
tempat kejadian dan melihatnya secara langsung menjadi shock. Pasalnya hanya
dia seorang yang berada di tempat itu, tempat yang terbilang cukup sepi.
Meskipun sedikit ragu dan gemetaran, anak yang baru berusia 9 tahun tersebut
memberanikan dirinya untuk mendekati si korban. Ia pun berteriak keras meminta
tolong “Tolong… tolong… tolong.. Ada yang kecelakaan…” Warga yang mendengar
teriakan Andi bergegas mencari dan mendekati sumber suara.
Ketika banyak warga yang
datang, bukannya membuat segalanya menjadi lebih mudah, justru memperburuk
kecemasan Andi karena warga yang datang tidak bergegas menolong korban
melainkan mananyakan kronolis kejadiannya kepada Andi. Ia hanya terdiam
terpaku, tanpa sepatah kata pun muncul dari bibir kecilnya. Beberapa di antara
warga yang menyadari akan keadaan Andi segera membawa korban ke klinik
terdekat.
Lambat laun, warga yang
berada di sekitar kejadian segera membubarkan diri. “huufftt.. Akhirnya lega
juga.” batinnya. Awan hitam di angkasa yang dihiasi petir yang menggelegar
menyadarkan Andi bahwa ia sedang disuruh oleh Ibunya membeli sesuatu di warung
Mak Inong. Ia pun berlari menuju warung Mak Inong. Sementara itu, Ibunya yang
berada di rumah mulai mencemaskan anak bungsunya yang sedari tadi tak kunjung
kembali ke rumahnya mengingat langit yang semakin gelap perlahan meneteskan
rintikan hujan.
Sesampainya di warung Mak
Inong, Andi berpikir sejenak, mengingat-ingat apa yang disuruh Ibunya beli.
“Owh.. Ibu tadi menyuruhku membeli rinso” pikirnya. Ia pun memesan rinso pada
Mak Inong “Mak, rinsonya 1 bungkus ya.” Mak Inong pun segera mengambilkan rinso
untuknya. Disaat yang bersamaan, Andi melihat keadaan di luar warung yang telah
hujan.
“Heh?!” Ia seolah tersadar
dari keadaan “hari lagi hujan. Buat apa rinso? Masa’ iya Ibu mau nyuci? Bakso
kali.. kan enak kalau makan bakso dingin-dingin gini. Eh, tapi tadi kayaknya
Ibu nyuruh aku beli rinso lah. Aduh, gimana ni, bakso atau rinso…” bisiknya
dalam hati.
“Ndi, ini rinsonya.” ucap
Mak Inong sembari memberikan rinsonya.
“Aduh, Mak. Nggak jadi
deh, beli baksonya aja 1 bungkus. Di bungkus ya Mak…” jawab Andi mengembalikan
rinsonya.
“Kamu ini gimana sih, tadi
katanya rinso sekarang bilang bakso.” jawab Mak Inong sedikit jengkel karena
merasa dipermainkan oleh Andi.
“Hehe.. Salah Mak..”
jawabnya mesam-mesem. Andi pun memberikan uang 10 ribu yang diberikan Ibunya
tadi dan Mak Inong segera membungkuskannya untuk Andi. Kemudian uang kembali 5
ribu.
Setelah menerima bakso dan
kembalian uang dari Mak Inong, Andi bergegas pulang ke rumahnya karena ia yakin
Ibunya pasti mencemaskannya. Sesampainya di rumah, Ibunya berkata, “Kamu ini,
kok lama sekali. Dari tadi Ibu tungguin juga. Ya sudah, mana rinsonya?”
“Hah?” jawab Andi dengan
terpelongok, ekspresi wajah yang membuat orang terkekeh melihatnya. Gemetaran
ia memberikan kantong plastik hitam yang ada digenggamannya.
“Andi… Ibu menyuruh kamu
membeli rinso, bukan bakso…” geram Ibunya sembari menjewer kuping anaknya.
“Aduh-aduuhhh, ampun Bu..
Andi nggak ingat. Soalnya kan hujan. Jadi Andi pikir Ibu menyuruh beli bakso”
Jawab Andi tertunduk merasa bersalah.
“Ya sudah, kamu ambil
mangkuk sana di belakang. Kita makan bakso sama-sama.”
Andi pun berjalan pelan
menuju dapur rumahnya untuk mengambil mangkuk. Ia kembali dengan memberikan
mangkuk kepada Ibunya dan kemudian Ibunya menuangkan bakso ke dalam mangkuk
tersebut.
Ibu: Enak juga Ndi
baksonya..
Andi: ……
TAMAT
Cerpen Karangan: Suryadi
Al-Ghany
Blog:
http://siemusfir.blogspot.com/
Suryadi Al-Ghany merupakan
nama pena dari seorang mahasiswa jurusan Hukum Bisnis Syari’ah (MUAMALAH) di
lingkungan IAIN SU.
0 komentar:
Post a Comment